Periodic peat and forest fires in Sumatra and Kalimantan result in haze that blankets Indonesia and neighboring countries, with effects on human health, the environment and the economy. Although the prevailing approach for preventing and reducing the incidence of fire in Indonesia is regulatory, village-level incentive schemes have been trialed by agribusinesses and pulp and paper companies to prevent burning. In this article, we review one integrated incentive program for villages launched by a pulp and paper company in Riau, Sumatra, in 2015.

\
As part of the study, we surveyed six of the villages that participated in the first year of the program as well as six non-program villages, complemented by spatial analyses of hotspots and burn scars. Our analyses show a declining pattern of burning in the years prior and including 2015, followed by the almost total cessation of burning in the years after. During 2015, a severe El Niño event, the program villages experienced 40% fewer fires, while in non-program villages, there were 23% more fires. The main reason cited by the villages was the increased awareness of the regulations in force prior to the program. The information about these laws and regulations had been disseminated to program villages, as well as some of the adjacent non-program villages, prior to the commencement of the incentive program.

\
The transition to non-burning livelihoods was enabled by ongoing changes in the landscape to permanent agricultural crops such as oil palm and rubber, as well as non-farming livelihoods. Although the benefits of the program were valued at the community level, the incentives appeared to function as a pathway for incentivizing compliance with prevailing regulations rather than inducing voluntary behaviors. We argue that the current trend for strict environmental regulations undermines the potential for using voluntary incentives. Consequently, we suggest that future incentive schemes should focus on providing agricultural support to smallholders to enable them to adapt to the strict requirements of the environmental regulations in force.

Kebakaran gambut dan hutan secara berkala di Sumatra dan Kalimantan menimbulkan kabut asap yang menyelimuti Indonesia dan negara-negara tetangga dan berdampak pada kesehatan manusia, lingkungan, dan ekonomi. Meskipun pendekatan yang berlaku untuk mencegah dan mengurangi insiden kebakaran di Indonesia adalah berbasis peraturan perundang-undangan, skema insentif tingkat desa telah diujicobakan oleh agribisnis dan perusahaan kertas untuk mencegah kebakaran. Dalam artikel ini, kami meninjau satu program insentif terpadu untuk desa-desa yang diluncurkan sebuah perusahaan kertas di Riau, Sumatra, pada 2015.

\
Sebagai bagian dari studi ini, kami mensurvei enam desa yang berpartisipasi dalam program pada tahun pertama, juga enam desa non-program, dilengkapi dengan analisis spasial titik panas dan area bekas terbakar. Analisis kami menunjukkan pola pembakaran yang menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dan termasuk 2015, diikuti oleh penghentian total pembakaran pada tahun-tahun berikutnya. Selama 2015, di tengah peristiwa El Nino yang parah, desa-desa program justru mengalami 40% penurunan kebakaran, sementara di desa-desa non-program, terdapat 23% peningkatan kebakaran. Alasan utama yang dikemukakan oleh desa adalah meningkatnya kesadaran akan peraturan yang berlaku sebelum program dijalankan. Informasi tentang peraturan perundang-undangan ini telah disebarluaskan ke desa-desa program, serta beberapa desa non-program yang berdekatan, sebelum program insentif dimulai.

\
Transisi ke mata pencaharian tanpa bakar dimungkinkan oleh perubahan lanskap yang masih berlangsung, menuju tanaman pertanian permanen seperti kelapa sawit dan karet, serta mata pencaharian non-pertanian. Kendati manfaat program dinilai di tingkat masyarakat, insentif tampaknya dapat berfungsi memberikan insentif kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku dibandingkan mendorong perilaku yang sifatnya sukarela. Kami berpendapat bahwa tren saat ini untuk peraturan perlindungan lingkungan yang ketat mengurangi potensi untuk menggunakan insentif sukarela. Karenanya, kami menyarankan bahwa skema insentif di masa depan harus fokus pada penyediaan dukungan pertanian kepada petani kecil agar mereka dapat beradaptasi dengan persyaratan ketat dari peraturan lingkungan yang berlaku